Analisis Kasus Malpraktik Medik Pada Putusan Mahkamah Agung Nomor 3004 K/Pdt/2014
Abstract
Rumah sakit, dokter dan juga pasien didefinisikan sebagai tiga subjek hukum yang
terlibat di dalam bidang kesehatan ini. Ketiga subjek hukum tersebut menjalin hubungan
hukum dan juga hubungan medis yang berbentuk layanan penyembuhan, kesehatan,
penyegahan dan juga pemulihan kesehatan.1 Rumah sakit dan dokter ialah pihak yang
memberikan layanan kesehatan, sementara pihak pasien ialah yang mendapatkan layanan
kesehatan. Rumah sakit dan pasien juga memiliki keterkaitan hubungan antara objek
hukum dan subjek hukum yang ditentukan hukum, dengan demikian menyebabkan
terdapatnya kewajiban dan juga hak. Hak dari pasien ialah sebagai pihak yang
mendapatkan layanan kesehatan, sedangkan rumah sakit ialah pihak yang menyediakan
layanan kesehatan dalam hal melaksanakan perawatan. Hubungan hukum yang terjalin
antara pihak rumah sakit dan juga pasien tersebut pada dasarnya dilaksanakan peraturan
dalam sebuah kontrak atau perjanjian, yang mana pihak rumah sakit memiliki kewajiban
guna menyediakan layanan kesehatan yang layak berdasarkan pada standar ukuran
layanan kesehatan. Terdapatnya perjanjian tersebut, dengan demikian keterkaitan
hubungan yang terjalin antara pihak rumah sakit dengan pihak pasien tersebut
menyebabkan munculnya suatu perikatan.
Secara umum, malpraktik didefinisikan sebagai konsekuensi atas sikap yang tidak
peduli, kurang hati-hati, kurang keterampilan, dan kelalaian dalam menjalankan tugas
profesi, yang berbentuk pelanggaran yang dilaksanakan secara sengaja, pelanggaran etika
dan hukun yang didefinisikan sebagai layanan kesehatan yang merugikan ataupun
mengecewakan pada pihak pasien. Malpraktik secara umum merujuk pada terminology
kata “mal” yang mengandung makna “salah”, “cacat” atau “buruk” dan “praktik”
memiliki makna “pelaksanaan” atau “tindakan”, dengan demikian istilah malpraktik
didefinisikan sebagai tindakan atau pelaksanaan yang tidak tepat atau salah. Pada
dasarnya, malpraktik didefinisikan sebagai bentuk dari medical malpractice, yakni
medical negligence dikenal dengan istilah kelalaian medik.
Ketentuan berkenaan dengan malpraktik kedokteran tidak secara khusus ditentukan
di dalam UUPK, akan tetapi Pasal 66 UUPK memiliki makna kalimat yang merujuk
terhadap kesahalan praktik yang dilaksanakan oleh pihak dokter, yakni “setiap orang yang
mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau dokter gigi dalam
menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada ketua Majelis
Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia”. Norma semacam ini sekedar menyediakan
dasar hukum guna melaksanakan pelaporan pada dokter kepada organisasi profesi
bilamana terjadi suatu indikasi tindakan yang dilaksanakan oleh dokter yang
menyebabkan timbulnya kerugian, bukan sebagai bentuk guna melakukan penuntutan
ganti rugi berkenaan dengan tindakan yang dilaksanakan oleh dokter