Pertimbangan Hukum Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan Terhadap Tindak Pidana Makar Dan Pengibaran Bendera Bintang Kejora
Abstract
Pada skripsi ini, penulis mengangkat permasalahan terkait Pertimbangan
Hukum Hakim Pengadilan Negeri Terhadap Tindak Pidana Makar dan Pengibaran
Bendera Bintang Kejora. Pilihan Tema tersebut dilator belakangi pleh adanya
putusan hakim PN Balikpapan Nomor 31/Pid.B/2020/PN Bpp. Terdakwanya
adalah Alexsander Gobai yang dijatuhi hukuman 10 (sepuluh) bulan penjara.
Tindak pidana makar dalam kasus ini melanggar pasal 106 KUHP jo pasal 55 ayat
(1) yang ancaman pidananya yaitu pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
sementara paling lama 20 (duapuluh) tahun.
Berdasarkan latar belakang tersebut, karya tulis ini mengangkat rumusan
masalah sebagai berikut: 1. Apa dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara
Putusan Nomor 31/Pid.B/2020/PN BPP? 2. Bagaimana akibat hukum dalam
Putusan Nomor 31/Pid.B/2020/PN BPP?. Penelitian ini merupakan penelitian
hukum yuridis normatif dengan mengunakan pendekatan perundangan-undangan,
pendekatan kasus, pendekatan koseptual. Pengumpulan bahan hukum melalui
metode studi kepustakaan dilakukan dengan pengumpulan bahan hukum primer,
sekunder dan tersier. Selanjutnya bahan hukum dikaji dan dianalisis dengan
pendekatan- pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini untuk menjawab isu
hukum dalam penelitian ini.
Hasil penlitian menunjukkan bahwa, hakim menilai tindakan yang
dilakukan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur delik dalam rumusan pasal 106
KUHP jo pasal 55 ayat (1) yang merupakan dakwaan primer telah terpenuhui, oleh
karena itu terdakwa Alexsander Gobai telah terbukti secara sah dan menyakinkan
bersalah melakukan tindak pidana pidana makar. Akibat hukum yang ditimbul dari
keluarnya putusan tersebut ialah kebebasan berekspresi masyarakat tidak boleh
melanggar ketentuan dari peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peristiwa
dalam kasus ini terjadi pada saat aksi demonstrasi yang dilakukan oleh Mahasiswa
Papua di kota Jayapura sebagai bentuk aksi protes terhadap peristiwa rasisme yang
dialami mahasiswa Papua yang berada di Surabaya.