dc.description.abstract | Kesejahteraan rumah tangga dapat dilihat dari kecukupan pangan. Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dikatakan membaik apabila pendapatan meningkatkan dan sebagian pendapatan tersebut digunakan untuk mengonsumsi non pangan. Pangan selalu manjadi isu strategis dalam pembangunan di tingkat global dan nasional, karena kecukupan pangan merupakan hak setiap warga negara yang harus terjamin kuantitas, kualitas, keamaan dan nilai gizinya. Konsumsi pangan lokal mengalami penurunan salah satu penyebabnya karena masyarakat kurang mengerti cara mengenai pengolahan, dan belum banyak yang tau tentang manfaat yang terkandung di dalam pangan lokal, sehingga menyebabkan konsumsi beras di Indonesia tinggi. Periode Maret-September 2021 Susenas mensajikan informasi pengeluaran penduduk yang disajikan dalam bentuk kewilayahan. Rata- rata pengeluaran penduduk Nusa Tenggara Timur sebesar Rp.9.74.985,- per bulan, dimana Rp.538.902 dikeluarkan untuk komoditas makanan dan Rp.436.083 dikeluarkan untuk komoditas bukan makanan. Hukum Working menjelaskan bahwa semakin kecil pangsa pengeluaran pangan maka semakin tahan pangan sehingga dapat dikatakan semakin sejahtera. Namun pada kenyataannya, banyak masyarakat yang tidak merasakan kesejahteraan tersebut karena mereka tergolong dari kelompok pendapatan terendah. Dimana pendapatan masyarakat masih tergolong tinggi untuk pengeluaran pangan. Tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dalam pola konsumsi pangan rumah tangga.
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) tahun 2022 yang mencakup populasi sebesar
23.421 rumah tangga dengan total sampel sebanyak 6.933 rumah tangga. Data penelitian berupa data konsumsi dan pengeluaran rumah tangga terhadap pangan beras, dan data sosial ekonomi rumah tangga berupa pendapatan dan jumlah anggota rumah tangga Metode analisis data menggunakan Analisis Regresi Linier Berganda.
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian mengenai pola konsumsi rumah tangga terhadap pangan beras, menunjukkan bahwa pola konsumsi beras rumah tangga Nusa Tenggara Timur (NTT) dipengaruhi oleh harga beras, harga terigu, harga ketela rambat, harga kentang, pendapatan, jumlah anggota rumah tangga. Hasil secara rata-rata jumlah pengeluaran konsumsi yang paling banyak dikeluarkan untuk pengeluaran konsumsi pangan berasal dari beras dengan total pengeluaran konsumsi sebesar 4,1 kg/minggu. Berdasarkan hal tersebut mengindikasi bahwa tingkat konsumsi rumah tangga terhadap pangan beras di Provinsi Nusa Tenggara Timur cenderung lebih besar pengeluaran untuk komoditas beras daripada non beras. Dalam hal ini berarti beras menjadi pangan utama di Nusa Tenggara Timur dengan persentase 84% rumah tangga mengonsumsi beras.
Model pola konsumsi dan permintaan pangan pokok beras di rumah tangga di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sebagai berikut ;
Y = -390.790 + 0,056X1 + 0,000X2 + 0,004X3 + (-0,002) X4 + (-0,003) X5+ 0,003X6 + (-0,002) X7 + 0,000 X8 + (-0,002) X9 + (-1,344)X10 +
,157X11 + e
Model diatas menghasilkan nilai koefisien determinasi (R Square) adalah 0,626 atau sama dengan 62,6%. Angka tersebut memiliki arti bahwa sebesar 69,6% variabel terikat (pola konsumsi rumah tangga) mampu menjelaskan variabel bebas (harga beras, harga jagung pipilan, harga terigu, harga ketela pohon, harga ketela rambat, harga sagu, harga talas, harga kentang, pendapatan, jumlah anggota rumah tangga). Sedangkan sisanya sebesar 37,4% dijelaskan oleh variabel yang tidak diteliti. Model tersebut menghasilkan nilai F hitung 1037.994 > F tabel 1,79 dan signifikan F sebesar 0,000 < α 0,05, dalam artian bahwa model pola konsumsi dan permintaan rumah tangga terhadap beras di NTT adalah sangat signifikan. Dengan begitu secara serempak variabel bebas (harga beras, harga jagung basah, harga jagung pipilan, harga terigu, harga ketela pohon, harga ketela rambat, harga sagu, harga talas, harga kentang, pendapatan dan jumlah anggota rumah tangga) berpengaruh terhadap variabel terikat (pola konsumsi rumah tangga terhadap pangan beras).Variabel yang berpengaruh terhadap pola konsumsi dan permintaan pangan pokok beras di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah harga beras itu sendiri, harga terigu, harga ketela rambat, harga kentang, pendapatan, jumlah anggota rumah tangga. Sedangkan harga jagung basah, harga jagung pipilan, harga ketela pohon, harga sagu, dan harga talas tidak berpengaruh terhadap pola konsumsi beras.
Variabel sosial ekonomi rumah tangga yaitu pendapatan dan jumlah anggota rumah tangga sangat berpengaruh terhadap pola konsumsi dan permintaan pangan pokok beras di NTT dengan tanda koefisien positif untuk pendapatan dan positif untuk jumlah anggota rumah tangga. Dapat diartikan bahwa kenaikan pendapatan meningkatkan pola konsumsi dan permintaan beras di NTT, sedangkan kenaikan jumlah anggota rumah tangga meningkatakan pola konsumsi dan permintaan beras di NTT. Temuan ini sangat menarik bahwa untuk variabel pendapatan bertentangan dengan teori. Pendapatan positif dapat diinterpretasikan bahwa masyarakat di Provinsi NTT menambah mengonsumsi beras jika terjadi kenaikan pendapatan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa masyarakat NTT belum mencukupi kebutuhan pangan pokok berasnya sehingga ketika ada kenaikan pendapatan, masyarakat meningkatkan mengonsumsi beras. Sedangkan untuk jumlah anggota rumah tangga ketika terjadi kenaikan jumlah anggota rumah tangga maka rumah tangga meningkatkan konsumsi beras, dapat diinterpretasikan bahwa komitmen masyarakat NTT cukup tinggi untuk memenuhi konsumsi pangan beras meski jumlah anggota rumah tangga meningkat.
Saran yang dapat peneliti berikan, yaitu dalam hasil konsumsi rumah tangga pada Provinsi Nusa Tenggara Timur masih tergolong mengonsumsi beras sebagai pangan pokok. Namun terdapat ketela rambat yang berpengaruh terhadap konsumsi beras. Maka dari itu untuk pemerintah daerah dan dinas terkait dapat lebih memperhatikan produksi ketela rambat seperti memperluas lahan, memberikan edukasi tentang pangan lokal, sehingga tingkat konsumsi rumah tangga terhadap ketela rambat menjadi tinggi, dan menjadikan konsumsi rumah tangga beragam sehingga tidak bergantung pada konsumsi pangan pokok beras saja.
Kata Kunci : Pola Konsumsi, Permintaan Rumah Tangga, Pangan Pokok Beras, Nusa Tenggara Timur | en_US |