Penyelesaian Sengketa Tanah Dengan Pethok D Melalui Mediasi Kepala Desa (Studi kasus di Desa Kebonagung Kecamatan Ujungpangkah Kabupaten Gresik)
Abstract
Pada skripsi ini peneliti mendeskripsikan mengenai penyelesaian sengketa
tanah dengan pethok d melalui mediasi kepala desa. Penelitian ini di latar belakangi
banyaknya konflik kepemilkan tanah. Dan banyaknya ketidak Tahuan masyarakat
pedesaan terhadap hak milik/penguasaan tanah akibat telah di wariskan dari
generasi ke generasi, dan sedikitnya atau bahkan tidak adanya sertifikat
kepemilikan tanah yang mereka miliki mencerminkan hal ini. Masyarakat tidak
melihat dokumen kepemilikan tanah untuk mengetahui bahwa tanah tersebut
adalah milik mereka ada pula mereka tidak mengetahui status kepemilikan tanah
tesebut di akibatkan mereka tinggal menggarapnya selama puluhan tahun.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum yuridis empiris yang
mengadopsi pendekatan yuridis sosiologis, melibatkan penyelidikan langsung di
lapangan, pendekatan perundang-undangan, dan pendekatan konseptual. Lokasi
penelitian berfokus di Desa Kebonagung, Kecamatan Ujungpangkah, Kabupaten
Gresik. Data yang digunakan terdiri dari data primer dan sekunder. Teknik
pengumpulan data primer meliputi wawancara, observasi, dan studi dokumen,
sedangkan untuk data sekunder, peneliti mempelajari beberapa referensi untuk
mendukung temuan yang diperoleh. Metode analisis data yang digunakan adalah
analisis deskriptif kualitatif. Setelah data dianalisis, kesimpulan diambil untuk
menjawab permasalahan yang diidentifikasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ketentuan hukum terkait Pethok D
dalam Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 tahun 1960 yang diundangkan
pada tanggal 24 September 1960 dalam L.N. Nomor 104 tahun 104 merupakan
upaya pemerintah untuk merombak sistem dan filosofi Agraria di Indonesia serta
mengakhiri dualisme hukum Agraria pada masa penjajahan. Peraturan Pemerintah
Nomor 24 tahun 1997 diharapkan dapat memberikan jaminan kepastian hukum
dan perlindungan hukum kepada pemegang hak tanah agar dapat dengan mudah
membuktikan kepemilikan hak atas tanah. Namun, untuk tanah yang tunduk pada
hukum adat Indonesia seperti Petok D, pipil, girik, kutipan letter C, dan lain-lain,
masih belum terdapat sistem kadaster yang bertujuan untuk menjamin kepastian
hukum (sesuai dengan pasal 11 diktum ke 2 UUPA)..