Hak-Hak Perempuan Dalam Pernikahan (Studi Komparatif Pemikiran Quraish Shihab dan Husein Muhammad
Abstract
Pemahaman terkait hak-hak perempuan di tanggapi berbeda oleh para pemikiran
Islam, demikian ada yang menanggapi Hak-hak perempuan yang berdasarkan
kerangka patriarkhis dan ada juga yang menanggapi hak-hak perempuan dalam
kerangka kesetaraan. Pemahaman konstruksi gender yang patriakhis dapat dilihat
dalam karya ulama nusantara, seperti karya Quraish Shihab (1917-1994) dalam
kitab Tafsirnyaal-misbah. Namun, di sisi lain, ada juga salah satu kiai di Indonesia
yang menggugat budaya patriakhis tersebut. Husein Muhammad (1953), misalnya,
yang dalam karya-karyanya mewadahi persoalan superioritas laki-laki atas
perempuan. Pemikiran Husein Muhammad memiliki pola pemikiran yang
progresif. Dari kedua tokoh masyarakat tersebut dapat dilihat bagaimana kontestasi
pemahaman dan mempunyai corak pemikiran yang khas, terhadap wacana hak-hak
perempuan dalam perkawinan. Hal ini menarik karena dengan latar belakang
keduanya dari pesantren, yang dididik dalam budaya patriarkhis dengan kitab-kitab
fiqh klasik. Namun, keduanya menghasilkan pemikiran yang berbeda. Berangkat
dari hal tersebutlah, penelitian ini ingin melihat latar sosio historis pemikiran kedua
Kiai tersebut.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitik-komparatif, yaitu menuturkan,
menggambarkan dan mengklarifikasikan secara obyektif data yang dikaji dan
sekaligus mempresentasikan serta menganalisa data tersebut, pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan konseptual-komparatif, adapun
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data komparatif
yaitu membandingkan dua pemikiran tokoh tersebut serta dicari persamaan dan
perbedaannya.
Kesimpulan akhir dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan dan persamaan
mengenai hak-hak perempuan dalam pernikahan menurut M. Quraish Shihab dan
Husein Muhammad yang meliputi hak mahar, hak nafkah, dan hak waris, hak
memperoleh pendidikan dan hak karir. Penelitian ini menggarisbawahi bahwa
terdapat perbedaan dalam pemikiran kedua tokoh mengenai hak nafkah dan hak
waris. Dimana Husein Muhammad menjelaskan secara rinci dan lebih spesifik
mengenai apa saja bentuk nafkah yang menjadi nafkah istri. Dan ketidaksetujuan
Quraish Shihab mengenai pemikiran Husein Muhammad tentang pembagian waris
laki-laki dan wanita dengan pembagian 2:1 itu relatif. Metode istimbat Qurais
Shihab lebih bersifat deduktif sedangkan Husein Muhammad bersifat induktif.
Selanjutnya dalam proses dialektika diri Quraish Shihab dan Husein Muhammad
juga berbeda. Proses dialektika diri Quraish Shihab lebih bercorak tradisonalis,
sedangkan proses dialektika diri Husein Muhammad lebih Modernis. Pemikiran
Qurais Shihab dan Husein Muhammad relevan dengan hukum positif di Indonesia