Transaksi Fitur Layanan Tunda Bayar (Paylater) Pada Marketplace Menurut Dsn-Mui No: 116/Dsn-Mui/Ix/2017 Dan Uu Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2oo8 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik
Abstract
Salah satu bentuk perkembangan teknologi yaitu adanya sistem pembayaran
dengan fitur Paylater fitur pembayaran ini memanfaatkan bentuk tekhnologi dalam
online shoping dimana penjual dan pembeli tidak bertemu secara langsung dan hal
tersebut yang memberikan kemudahan belanja dengan sistem beli sekarang bayar
nanti. Namun masyarakat masih ragu dalam menggunakannya, apakah transaksi
tersebut diperbolehkan dalam Islam atau tidak. Dikarenakan pada beberapa aplikasi
banyak yang menyertakan bunga dengan relatif tinggi dan kebanyakan dari aplikasi
tersebut tidak menyertakan bunga pada awal transaksi atau ada bunga tersembunyi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis praktik
penggunaan fitur layanan Paylater serta tinjauan hukum islam dan hukum positif
terhadap pinjaman uang elektronik Paylater pada marketplace. Metode yang
digunakan yaitu penelitian hukum normatif dimana penulis menggambarkan praktik
penggunaan uang elektronik dengan fitur layanan Paylater yang kemudian dikaji
berdasarkan sudut pandang hukum islam menurut Fatwa DSN-MUI No: 116/DSN MUI/IX/2017 dan UU No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-undang No
11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa praktik penggunaan fitur layanan
Paylater di beberapa aplikasi masih belum sesuai dengan prinsip syariah sehingga tidak
diperbolehkan karena terdapat beberapa ketentuan yang mengandung riba dengan
adanya tambahan pembayaran dan denda jatuh tempo, serta terdapat beberapa unsur
yang bertentangan dengan Fatwa DSN-MUI No: 116/DSN-MUI/IX/2017 dan UU No.
19 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas Undang-undang No 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik diantaranya penggunaan uang elektronik diperoleh
dengan tidak melakukan setoran terlebih dahulu melainkan berupa pinjaman yang
diberikan dalam bentuk limit, sedangkan limit yang diperoleh tidak dapat dicairkan
dalam bentuk fisik, serta terdapat riba didalamnya. Adanya penggunaan biaya
tambahan atau riba dapat dihindari dengan menggunakan akad ijarah sebagai bentuk
biaya sewa aplikasi.
Berdasarkan DSN-MUI No:116/DSN-MUI/IX/2017 yang berbicara mengenai
uang elektronik syariah terkait akad yang digunakan dalam pinjaman uang elektronik
ini termasuk kedalam akad ijarah. Dikarenakan adanya bunga yang bertambah dalam
menyicil tagihan, maka dari itu terdapat beberapa transaksi yang hukumnya riba.
Dalam hukum positif sendiri masih belum ada undang-undang khusus yang mengatur
tentang fintech. Hukum pinjaman online melalui sistem paylater pada marketplace
dalam perspektif hukum positif Indonesia termasuk hubungan perikatan perjanjian
berupa pinjaman uang berbasis teknologi informasi yang sah.