Urgensi Kafaah dalam Pernikahan Menurut Masyarakat Desa Bumiaji Kecamatan Bumiaji Kota Batu

Dalam rangka peningkatan layanan dan perbaikan sistem, mohon maaf untuk sementara waktu Repositori UNISMA tidak dapat diakses secara optimal.

Show simple item record

dc.contributor.author Maulidiyah, Qurrota A’yunnisa’
dc.date.accessioned 2022-09-12T09:18:57Z
dc.date.available 2022-09-12T09:18:57Z
dc.date.issued 2022-08-19
dc.identifier.uri http://repository.unisma.ac.id/handle/123456789/5225
dc.description.abstract Pernikahan merupakan salah satu sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua makhluk-Nya, baik manusia, hewan maupun tumbuhan, dan juga merupakan salah satu cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi makhluknya untuk berkembang biak dan melestarikan hidupnya. Pernikahan akan berperan setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan pernikahan itu sendiri. Pada dasarnya Islam tidak menetapkan bahwa seorang laki-laki islam hanya boleh menikah dengan perempuan yang sama kedudukannya, baik dalam kedudukan, harta, suku dan sebagainya. Islam tidak membuat aturan mutlak mengenai kafa’ah, akan tetapi manusialah yang melakukannya. Islam memandang bahwa manusia diciptakan sama. Tidak menetapkan orang yang tidak mampu tidak boleh menikah dengan orang mampu, orang arab tidak boleh menikah dengan orang non arab dan sebagainya. Termasuk dalam hal kafa’ah. Pasangan suami istri harus mampu mengaktualisasikannya dalam membangun keharmonisan rumah tangga, sehingga dapat tercapainya tujuan pernikahan yang sakinah, mawaddah, wa rahmah. Untuk dapat membentuk dan menciptakan suatu keluarga yang sakinah, mawaddah, wa rahmah, para ulama menganjurkan agar ada keseimbangan, keserasian, kesepadanan (ada unsur kafa’ah) antara calon suami dan istri. Pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 2 ayat 1 jika ditinjau dari konsep kafa’ah maka prinsip kesejajjaran dalam masalah agama yang dianut oleh masing-masing mempelai harus sama, meskipun tidak secara tegas negara melarang terjadinya pernikahan antar agama yang berbeda. Pasal 61 Kompilasi Hukum Islam menyebutkan bahwa “tidak sekufu’ tidak dapat dijadikan alasan mencegah perkawinan, kecuali tidak sekufu’ karena perbedaan agama atau ikhtilaafu al-dien”. Kebahagiaan merupakan keinginan seluruh pasangan manusia. Baik kebahagiaan dalam bentuk keberhasilan materi maupun rohani. Keberhasilan tersebut dapat dicapai salah satunya melalui pernikahan. Pernikahan secara umum merupakan sebuah perjanjian antara suami dan istri. Menurut bahasa pernikahan diambil diri kata nikah dalam Bahasa Arab yang berarti menyatu dan memasuki. Kata nikah juga digunakan untuk menunjukkan persetubuhan dan akad (Abdullah, 2010: 329). Sejatinya pernikahan adalah kebutuhan setiap manusia. Oleh karena itu hal tersebut selalu menjadi perbincangan hangat dikalangan masyarakat. Menurut Imam syafai’ie dan madzhab Hanafi, hakikat kalimat nikah adalah persetubuhan, sementara pengertiannya sebagai akad adalah majaz. Ketika Allah mengharamkan perbuatan zina, Allah memerintahkan umatnya untuk menjaga pandangan dan memelihara kemaluan dengan mensyariatkan nikah bagi mereka yang mampu melaksanakan perintah itu. Syariat ini diturunkan pula untuk memenuhi keperluan dan kemaslahatan manusia, di mana mereka diperintahkan untuk berpuasa sebagai cara untuk memperoleh rahmat Allah sekaligus menghindarkan mereka dari perbuatan keji dan munkar (zina). Selain itu pernikahan antara laki-laki islam (muslim) dengan perempuan islam (muslimah) dapat meningkatkan populasi umat islam yang beriman kepada Allah, sehingga dengan demikian agama Allah semakin tersebar di muka bumi. Setiap manusia mempunyai cara dan tujuan tersendiri dalam memiliki pasangan, lalu Rasulullah (S.A.W) membatasinya dalam empat faktor berikut, yaitu: harta, keturunan, kecantikan dan agama. Berpasang-pasangan merupakan sunnatullah atas seluruh makhluk-Nya, baik manusia, hewan maupun tumbuhan. Allah SWT berfirman dalam surah Adz-Dzariyat, 51: 49 yang berbunyi: وَمِن كُلِّ شَىْءٍ خَلَقْنَا زَوْجَيْنِ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ Artinya: “Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan agar kamu mengingat (kebesaran Allah)”. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur atau bebas dengan tujuan untuk menemukan informasi yang lebih mendalam mengenai urgensi kafa’ah menurut masyarakat desa Bumiaji kecamatan Bumiaji Kota Batu. Kafa’ah dalam Pernikahan pada Masyarakat Desa Bumiaji Kota Batu urgensi menunjukkan kepentingan akan sesuatu dalam menentukan sebuah tindakan. Dalam hal ini urgensi kafa’ah di Desa Bumiaji baru tercapai dalam hal nasab, kekayaan (harta), pendidikan, dan pekerjaanya saja. Kafa’ah dalam hal agama di Desa Bumiaji masih belum bisa tercapai sepenuhnya atau hanya sebagian kecil saja yang sudah sekufu’. Jika terjadi ketidaksekufu’an yang sampai menjurus kepada perceraian, pemerintah desa Bumiaji hanya bisa membantu dengan mediasi dan secara administrasi saja selebihnya diserahkan kembali kepada setiap pasangan dan keluarganya. Kata Kunci : Kafa’ah, Pernikahan, Masyarakat. en_US
dc.language.iso other en_US
dc.publisher Universitas Islam Malang en_US
dc.subject Pendidikan Agama Islam en_US
dc.subject Hukum Keluarga Islam en_US
dc.subject Kafa’ah en_US
dc.subject Pernikahan en_US
dc.subject Masyarakat en_US
dc.title Urgensi Kafaah dalam Pernikahan Menurut Masyarakat Desa Bumiaji Kecamatan Bumiaji Kota Batu en_US
dc.type Other en_US


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record

Kolom Pencarian


Browse

My Account