Birokrasi Pernikahan Beda Agama di Indonesia (Studi Kasus di Kabupaten Malang)
Abstract
Perkawinan beda agama merupakan sebuah keniscayaan untuk terjadi di Indonesia. Hal ini disebabkan karena kondisi penduduk Indonesia yang multiagama. Hingga hari ini ada enam agama yang diakui di Indonesia,belum lagi aliran kepercayaaan lokal yang jumlahnya sangat banyak di Indonesia. Hal ini juga berlaku di Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang, dimana mayoritas masyarakatnya penganut agama Islam. Namun demikian, didalamnya ada juga masyarakat yang beragama Kristen, Hindu, Budha dan Katholik. Sehingga perkawinan beda agama tidak dapat dipungkiri keberadaannya, erutama bagi pemeluk agama Islam dan Kristen yang jumlahnya cederung mayor di Kecamatan Kepanjen.
Adapun metode penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis empiris, dengan pendekatan kualitatif, Adapun hasilnya dijabarkan kedalam bentuk deskriptif analitis. Lokasi penelitian ini berada di Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang. Data primer didapatkan melalui wawancara terhadap Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Malang, tokoh agama dan para pelaku perkawinan beda agama, dan data sekunder didapatkan dari buku, jurnal, skripsi, tesis yang berkaitan.
Hasil penelitian mengungkapkan bahwa factor yang mendorong adanya perkawinan beda adalah kondisi sosial, kasih sayang atau cinta, tingkat pendidikan, keinginan sendiri, kondisi ekonomi serta marriage by accident. Adapun model perkawinan yang terjadi di Kecamatan Kepanjen adalah melalui konversi agama baik sementara maupun selamanya. Hal ini disebabkan oleh tidak diaturnya perkawinan beda agama dalam undang-undang yang berlaku, Dispendukcapil tidak melayani perkawinan beda agama serta masyarakat enggan dirumitkan dengan prosedur Pengadilan. Pada posisi ini Kompilasi Hukum Islam sebenarnya telah secara gamblang mengatur, namun hal ini masih belum efektif berjalan ditataran masyarakat. Melihat kondisi tersebut, maka perkawinan beda agama di Kecamatan Kepanjen masih belum sesuai dengan UUD, Kompilasi Hukum Islam, dan Pendapat Jumhur Ulama, terlebih pada model konversi sementara. Karena hal ini dianggap tidak bertanggung jawab terhadap keputusan memeluk agama, serta melalui hal ini agama hanya sebagai batu loncatan untuk mengesahkan administrasi perkawinan dimata negara.
Kata Kunci : Perkawinan Beda Agama, Keabsahan Perkwinan, Dasar Pertimbangan Hakim