Politisasi Tubuh pada Gerakan Kesetaraan Gender oleh Tokoh Utama Novel Namaku Mata Hari Karya Remy Sylado
Abstract
Berbicara tentang ideologi yang terbentuk pada penokohan di dalam novel
tentunya sangat beragam, dan yang sering kali menarik perhatian adalah perihal
penokohan terhadap tokoh perempuan. Novel-novel dengan karakter penokohan
tokoh perempuan yang kuat, sering kali menjadi perbincangan bahkan menjadi
topik hangat untuk diperdebatkan, khususnya yang berkaitan dengan seksualitas.
Jika membahas mengenai seksualitas perempuan, maka tidak akan lepas dari
istilah gender beserta perihal kontroversialnya mengenai deskriminasi perempuan
hingga tuntutan atas kesetaraan gender. Penelitian ini menjadikan salah satu novel
karya Remy Sylado yang berjudul Namaku Mata Hari sebagai objeknya. Kajian
feminisme tentang gerakan kesetaraan gender yang akan dibahas dalam penelitian
ini akan difokuskan pada politisasi tubuh perempuan.
Sesuai dengan fokus penelitian, tujuan penelitian ini yakni untuk
mendeskripsikan (1) bentuk politisasi tubuh yang dilakukan oleh tokoh utama
dalam Novel Namaku Mata Hari, (2) fungsi dari politisasi tubuh yang dilakukan
oleh tokoh utama novel Namaku Mata Hari. Melihat dari tujuan penelitian, maka
penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat secara teoritis maupun
manfaat praktis. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan bisa menjadi rujukan
bagi penelitian lain yang juga berfokus pada feminitas dan feminisme, khususnya
politisasi tubuh perempuan. Sedangkan secara teoritis, penelitian ini bisa menjadi
tambahan wawasan mengenai feminitas dan feminisme bagi peneliti sastra,
penikmat sastra, maupun masyarakat secara umum sehingga mampu membentuk
pola pikir yang lebih baik terkait persoalan-persoalan perempuan.
Pendekatan dan jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif, dengan data
penelitian yang di ambil berdasarkan narasi dan dialog tokoh dalam novel. Teknik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah teknik pencatatan dan studi pustaka
sehingga terdapat beberapa tahap dalam pengumpulan data, yaitu (1) membaca
pada tahap simbolik (memahami inti dari isi novel), (2) membaca pada tahap
semantik (memahami esensi keseluruhan isi novel), (3) mencatat secara quotasi
atau sama persis dengan data yang terdapat pada novel. Kemudian menganalisis
data dengan menggunakan model Miles dan Huberman dengan 3 tahap, (1)
reduksi data yang berupa identifikasi, klasifikasi, dan pengodean, (2) penyajian
data dengan cara mendeskripsikan hasil penelitian sesuai fokus penelitian, dan
yang terakhir (3) penarikan kesimpulan berdasarkan hasil penelitian.
Hasil penelitian ini mendeskripsikan tentang bagaimana bentuk politisasi
tubuh yang dilakukan oleh Mata Hari sebagai tokoh utama dalam novel Namaku
Mata Hari karya Remy Sylado. Berdasarkan data yang ditemukan dalam novel,
dapat diketahui bahwa ada dua bentuk politisasi tubuh yang dilakukan oleh Mata
Hari, yaitu profesi sebagai penari dan profesi sebagai pelacur. Data ini sesuai
dengan batasan fokus penelitian yang telah ditentukan, yakni politisasi tubuh yang
berkaitan dengan profesi bermodalkan kecantikan tubuh perempuan. Bukti bahwa
dua profesi yang dilakoni oleh Mata Hari (sebagai penari dan pelacur) dapat
dilihat melalui beberapa narasi yang menunjukkan pemikiran sekaligus pengakuan
Mata Hari, bahwa memanglah benar jika profesi sebagai penari dan pelacur modal
utamanya adalah keceantikan dan kegemulaian tubuh. Selain bentuk-bentuk
politisasi tubuh yang dilakukan oleh Mata Hari, penelitian ini juga menjabarkan
tentang fungsi-fungsi politisasi tubuh tersebut. Maka berdasarkan data yang
ditemukan, fungsi politisasi tubuh yang dilakukan oleh Mata Hari mempunyai
fungsi sebagai alat untuk menunjukkan eksistensi dan hak kebebasan bertubuh
bagi perempuan di lingkungan sosial, sekaligus menjadi bentuk perlawanan
terhadap budaya patriarki yang pada abad – 19 masih sangat kental.
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa Mata Hari
sebagai tokoh utama dalam novel melakukan politisasi tubuh dalam profesinya
sebagai penari dan pelacur dengan fungsinya sebagai hak kebebasan bertubuh
bagi perempuan dan mewujudkan gerakan kesetaraan gender. Mata Hari juga
menjadi simbol kecantikan dan kekuasaan seorang perempuan dengan
memanfaatkan tubuh perempuannya, hingga tercatat sebagai tokoh perempuan di
balik Perang Dunia I. Gambaran kisah seorang Mata Hari menjadi salah satu
bentuk transendensi perempuan dengan menggunakan kesadaran penuh tentang
feminitasnya, menuju gerakan feminismenya. Ditinjau dari hasil temuan dalam
penelitian ini yang masih minim terkait politisasi tubuh perempuan, maka
disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat lebih memperdalam
pembahasan terkait politisasi tubuh perempuan.