dc.description.abstract | Islam telah mengatur dengan sangat jelas mengenai konsep pernikahan dengan prinsip-prinsipnya, salah satu prinsipnya adalah di dasari rasa suka sama suka dan kerelaan diri masing-masing pihak serta tidak ada unsur paksaan dengan tujuan kemaslahatan pernikahan yang akan dilangsungkan. Sebagaimana hadis juga memuat mengenai larangan untuk memaksa seseorang dalam suatu pernikahan
Artinya: “Ayah maupun wali lainnya tidak boleh menikahkan seorang gadis maupun janda, kecuali dengan persetujuan mereka” (HR. Bukhari, bab ke-41)
Wahbah Zuhaili menyatakan bahwa menurut jumhur ulama, ridha atau kerelaan kedua bela pihak merupakan salah satu syarat dalam nikah. Pernikahan tidak sah tanpa ada keridhaan masing-masing pihak yang melakukan akad. Jika kemudian ada paksaan, maka nikah mereka dipandang rusak. Prinsip pernikahan yang didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai juga dijelaskan dalam KHI Pasal 16 dan ketentuan hukum di dalam pasal 6 ayat (1) bab II mengenai Syarat-syarat Pernikahan dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang perubahan atas UU No 1 tahun 1974 tentang Pernikahan, bahwa pernikahan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai.
Tujuanp penelitian ini adalah menganalisis pelaksanaan nikah paksa akibat zina di Kabupaten Nagan Raya menurut konsep hak ijbar, menganalisis faktor terjadinya nikah paksa akibat zina di Kabupaten Nagan Raya, dan menganalisis tinjauan hukum Islam dan Hukum Positif terhadap praktik nikah paksa Akibat Zina di Kabupaten Nagan Raya.
Hasil dari penelitian ini adalah, 1. praktik nikah paksa telah sesuai dengan konsep ijbar, yaitu tidak ada kebencian antara mempelai, tidak ada kebencian antara mempelai dengan wali, calon suami harus setingkat, mahar, calon suami tidak akan melakukan tindakan kekerasan. 2. Faktor adalah karena adat istiadat,hamil diluar nikah dan paksaan orang tua. 3. Tinjauan hukum Islam, Dari (QS. An-Nūr: 3) menjelaskan mengenai keharusan pezina hanya menikahi pezina, dan dengan mempertimbangkan beberapa kemaslahatan, maka nikah paksa karena zina dibenarkan. Sedangkan dalam Hukum Positif, MPU Aceh menetapkan sebuah fatwa, tepatnya dalam Fatwa Nomor 03 Tahun 2009 Tentang Hukum Nikah Pelaku Meusum, yang intinya menyatakan bahwa menikahkan orang yang berbuat khalwat/meusum bukanlah Uqubat menurut syariat dan adat. Selain itu dalam Dalam Kompilasi Hukum Islam di Indonesia yang diatur dalam Inpres Nomor 1 Tahun 1991 dan Keputusan Menteri Agama Nomor 154/1991 disebutkan bahwa seseorang wanita hamil di luar nikah hanya dapat dinikahkan dengan pria yang menghamilinya.
Kata Kunci: Nikah Paksa, Mesum, Hukum Islam, Hukum Positif | en_US |