Pelaksanaan Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam proses peralihan hak atas tanah di Kabupaten Trenggalek

Show simple item record

dc.contributor.author Fahrizal, Dian Dwi
dc.date.accessioned 2024-01-11T07:44:33Z
dc.date.available 2024-01-11T07:44:33Z
dc.date.issued 2023-11-15
dc.identifier.uri http://repository.unisma.ac.id/handle/123456789/9008
dc.description.abstract Meningkatnya kegiatan pembangunan di segala bidang, menyebabkan meningkatnya keperluan akan tersedianya tanah dan atau bangunan. Sedangkan tanah dan atau bangunan persediaannya sangat terbatas. Mengingat pentingnya tanah dan atau bangunan tersebut dalam kehidupan, maka sudah sewajarnya jika orang pribadi atau badan hukum yang mendapatkan nilai ekonomis serta manfaat dari tanah dan atau bangunan karena adanya perolehan hak atas tanah dan atau bangunan dikenakan pajak oleh negara. Pajak yang dimaksud adalah Bea Perolehan Hak atas Tanah dan atau Bangunan (BPHTB). Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan bangunan. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka permasalahan- permasalahan yang akan diteiti dalam penelitian ini adalah : Bagaimanakah pemungutan BPHTB terhadap transaksi jual beli tanah dan atau bangunan, Bagaimanakah peranan PPAT dalam pemungutan BPHTB, dan Hambatan-hambatan apakah yang timbul dalam pemungutan BPHTB dan bagaimana upaya untuk mengatasinya. Metode pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris dan spesifikasi yang digunakan dalam penelitian ini bersifat penelitian deskriptif analitis. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa BPHTB dalam pelaksanaannya menggunakan sistem self assessment yang nilai besarannya ditentukan dan dihitung dari pemohon sendiri yang selanjutnya akan diaprisial oleh BAKEUDA Kabupaten Trenggalek. PPAT memiliki peranan yang signifikan dalam pemungutan BPHTB karena PPAT adalah pejabat umum yang terkait dengan transaksi atas peralihanhak atas tanah, PPAT akan menandatangani akta otentik setelah pajak BPHTB tersebut dibayar lunas oleh Wajib Pajak. Pejabat Pembuat Akta Tanah hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. Pejabat Pembuat Akta Tanah yang melanggar ketentuan tersebut di atas dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah). Selain itu PPAT juga berperan dalam membantu Wajib Pajak menghitung besarnya BPHTB. en_US
dc.language.iso other en_US
dc.publisher Universitas Islam Malang en_US
dc.subject BPHTB en_US
dc.subject Pemungutan Bea en_US
dc.title Pelaksanaan Pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dalam proses peralihan hak atas tanah di Kabupaten Trenggalek en_US
dc.type Thesis en_US


Files in this item

This item appears in the following Collection(s)

  • MT - Notary [146]
    Koleksi Thesis Mahasiswa Prodi Kenotariatan (MKn)

Show simple item record

Kolom Pencarian


Browse

My Account