Status Hukum Pinjaman Online (Pinjol) Dalam Perspektif Islam Ahlusunnah Waljamaah
Abstract
Semakin maraknya dan tuntutan jaman tentang sosial media maka
dipergunakan oleh sebagian orang untuk memasarkan usahanya termasuk di
dalamnya adalah pinjaman online. Nah inilah yang menjadi masalah yang
penduduk Indnesia beragama Islam dan banyak dari golongan Nahdatul Ulama’
sehingga penulis tertarik menulis dengan rumusan masalah Bagaimanakah
Keabsahan Pinjol (Pinjaman Online) Di Tinjau Dari Hukum Islam Dan
Pandangan Ulama Aswaja Di Indonesia. Dan Bagaimana hukumnya dalam pinjam
meminjam sistem online tidak di bayar oleh debitur menurut perspektif hukum
islan dan para ulama’. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum
normatif.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Keabsahan Pinjol (Pinjaman
Online) Di Tinjau Dari Hukum Islam Dan Pandangan Ulama Aswaja Di
Indonesia. Penulis berpendapat bahwa meminjam uang tidak sesuai dengan ahlu
sunnah waljemaah pada umumnya haram atau haram karena tidak sesuai dengan
syariat Islam, karena ada syarat dan rukun yang tidak sesuai dengan akad yaitu
tidak berhadapan langsung dan didalamnya ada unsur riba meskipun sebagian dari
ulama’ menghalalkan. berbagai catatan. Penulis juga sependapat dengan fatwa
Majelis Ulama Indonesia. Yang berpendapat bahwa meminjam uang yang
berbunga tidak diperbolehkan menurut hukum Islam. Namuntermasuk di
dalamnya pinjaman online ilegal; hukum serupa juga ada untuk pinjaman offline
atau langsung yang mengandung unsur riba dan karenanya tidak sah menurut
hukum Islam.
Hukumnya Dalam islam Pinjam Meminjam Sistem Online Tidak Di
Bayar oleh debitur Menurut Perspektif Hukum Islan Dan Para Ulama’ penulis
berkesimpulan bahwa sudah jelas dalam hukum islam membayar hutang yang sah
adalah wajib meskipun itu pinjaman online yang telah dilarang melalui fatwa
MUI dan pemerintah telah menyarankan untuk tidak membayar pinjaman yang
sah karena menyebabkan banyak kesengsaraan kepada masyarakat dengan bunga
yang tinggi, tetapi dalam syari' dalam islam hukumnya adalah wajib
mengembalikan atau melunasi hutang. Di dalam hukum islam Pelunasan hutang
tidak diperbolehkan adanya penambahan dengan maksud menguntungkan
muqridh, namun bila penambahan diberikan atas dasar kerelaan atau keikhlasan
muqtaridh dengan tujuan balas jasa, maka hal tersebut diperbolehkan karena
merupakan bukan riba .